Breaking News

  • Waspada! Sepuluh Kebiasaan Ini Bisa Bikin Anda Pikun   ●   
  • Dinyatakan Sehat, Jemaah Haji Asal Pekanbaru Diberangkatkan Bersama Kloter BTH – 07   ●   
  • Alfedri Doakan Calon Jamaah Haji Siak Tetap Sehat dan Selamat Pulang Pergi   ●   
  • Menuju Pilkada Dumai, Dokter Ridho Dapat Diterima Berbagai Pihak   ●   
  • Diharapkan Dumai Jadi Pusat Pelayanan Kesehatan   ●   
Etika Debat Menurut Imam Syafii: Tidak Menjatuhkan dan tidak Emosional
Kamis 11 Januari 2024, 10:19 WIB

JAKARTA - Umat Islam tidak dilarang melakukan debat atau beradu argumen dalam forum diskusi. Meski demikian tak lantas debat dijadikan arena debat kusir, sebab terdapat etika yang harus dijunjung tinggi para pelaku debat.

Perihal etika debat, Imam Syafii menekankan sejumlah adab atau etika yang harus dijunjung para pelaku debat. Dalam Diwan asy-Syafi'i dijelaskan ketika seseorang memiliki kemuliaan dan ilmu yang berbeda dengan orang-orang dahulu atau yang sekarang, maka hendaknya ia melakukan debat atau diskusi dengan tenang bersama orang yang diajak berdebat.

Maka, ketika debat tersebut dilaksanakan dengan dasar mau sama mau dan dengan tujuan yang baik, maka kedua pihak harus bersikap sabar, rendah hati, dan tidak sombong dalam melancarkan argumentasi-argumentasinya. Dan yang terpenting dari debat yang dilaksanakan adalah adanya sikap ikhlas dan semuanya disandarkan kepada Allah SWT.

Imam Syafii menekankan di dalam debat, pelaku debat harua berbicara dengan penuh sopan santun. Tidak boleh debat dengan unsur menjatuhkan pribadi (kecuali mendebat argumentasi) dan juga tidak bersikap emosional atau tidak tenang. Sebab pada hakikatnya, kata Imam Syafii, debat dilakukan untuk mencari hikmah (ilmu) dan juga dalam rangka mempererat tali persaudaraan.

Allah SWT berfirman dalam surat An Nahl ayat 25:

لِيَحْمِلُوٓا۟ أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ ٱلَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ أَلَا سَآءَ مَا يَزِرُونَ

"Liyaḥmilū auzārahum kāmilatay yaumal-qiyāmah(ti), wa min auzāril-lażīna yuḍillūnahum bigairi ‘ilm(in), alā sā'a mā yazirūn(a)."

Yang artinya, "(Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara utuh dan sebagian dosa orang-orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, alangkah buruknya (dosa) yang mereka pikul."

Dalam tafsir Kementerian Agama dijelaskan bahwa Allah SWT menekankan kepada mereka yang ucapannya congkak. Ucapan congkak itu menyebabkan mereka harus memikul dosa-dosa mereka sendiri dan dosa orang-orang yang secara taklid buta mengikuti ucapan itu.

Orang yang mengikuti disamakan hukumnya dengan orang yang diikuti karena mereka masing-masing telah diberi akal untuk menilai ucapan orang-orang yang diikuti itu. Akan tetapi, mereka tidak menggunakan akal itu sehingga mereka mengikuti tanpa dasar pijakan sedikit pun.

Sedangkan orang yang diikuti, di samping menanggung dosa sendiri, juga menanggung dosa orang yang disesatkan. Mereka dianggap sebagai penyesat dan penyebab orang-orang lain berkeyakinan seperti keyakinan mereka.

Sumber
Republika




Untuk saran dan pemberitaan informasi silakan kontak HP: 0812-76-47104, email: redaksi_riautrust@yahoo.com
free html hit counter

Copyright © 2023 riautrust.com - All Rights Reserved
Scroll to top