Breaking News

  • Perkuat Keimanan, WBP Wanita Muslim Lapas Pasir Pengaraian Diberi Siraman Rohani   ●   
  • Raih Rekor MURI, Lift Jembatan TASL Jadi Primadona Wisatawan Siak   ●   
  • Ingat! Jemaah Haji Jangan Lakukan 6 Hal Ini di Tanah Suci   ●   
  • Pekan Olahraga Pelajar Daerah Kabupaten Siak 2024 Resmi di Tutup Wakil Bupati Siak Husni Merza   ●   
  • Manajemen RSUD Dumai Dinilai Peduli Masyarakat Sekitar   ●   
Bagaimana Islam Memandang Musik?
Rabu 01 Mei 2024, 10:20 WIB

JAKARTA - Sebetulnya bagaimana pandangan Islam terhadap perkara musik? Ulama sejak dulu memang telah menyampaikan pendapatnya tentang musik ini, tapi, ada keragaman pendapat di antara mereka mengenai musik.

Wakil Ketua Dewan Fatwa PB Al-Washliyah, Dr Nirwan Syafrin, menjelaskan, pandangan Islam tentang musik terbagi menjadi tiga hal. Tiga ini ialah nyanyian, alat musik, dan musik itu sendiri, yang merujuk pada perpaduan nyanyian dan alat musik.

Pertama, soal nyanyian yang mengacu pada lantunan suara yang berirama. Nirwan menjelaskan, apabila nyanyian itu tidak mengandung sesuatu yang haram, kemaksiatan, kejahatan, kekufuran, dan kesyirikan, maka para ulama berbeda pendapat. Ada yang mutlak membolehkan, mengharamkan, dan memakruhkan.

"Untuk nyanyian seperti Tala' al-Badru 'Alayna, atau seperti nasyid yang isinya mengajak pada kebaikan, bahkan lantunan ayat suci Alquran, para ulama membolehkan," jelasnya.

Saat nyanyian tersebut bercampur dengan sesuatu yang haram, misalnya disertai dengan minuman keras (miras), atau dinyanyikan di tempat yang penuh kemaksiatan, maka para ulama sepakat mengharamkannya.

Nirwan menyebutkan, Rasulullah SAW pernah memuji sahabat bernama Abu Musa al-Asyari karena memiliki suara yang merdu. Nabi SAW juga pernah menyaksikan orang-orang badui merayakan hari besar dengan bernyanyi, dan beliau membiarkan Aisyah RA untuk menyaksikan pertunjukan tersebut.

"Jadi banyak ulama yang membenarkan nyanyian itu, dengan syarat tidak mengandung unsur keharaman, kesyirikan, maksiat, kejahatan, kekufuran, dan kemunafikan," tutur dia.

Kedua yakni tentang musik. Nirwan memaparkan, memang ada ulama yang mengharamkannya secara mutlak. Pendapat ini mengharamkan musik secara mutlak dan bagi mereka mendengar musik sudah masuk kategori dosa besar sehingga apa saja jenis musiknya itu haram.

"Pendapat ini tidak mainstream. Kita juga tidak sepakat kalau terlalu berlebihan. Bahkan, Yusuf al-Qaradawi (ulama Mesir) sendiri mengatakan, jika musik haram dan sama dengan dosa besar, itu terlalu ekstrem," sebut Nirwan.

Menurut Nirwan, kalaupun ingin menyebut haram, seharusnya tingkat keharamannya tidak sampai pada dosa besar, tetapi masih bisa dihapuskan oleh kebaikan-kebaikan lain. Sehingga termasuk kategori kemaksiatan yang dosanya bisa gugur dengan wudhu lalu shalat.

Namun, Nirwan mengingatkan, musik menjadi haram jika di dalamnya terkandung berbagai keburukan sebagaimana yang telah dijelaskan.

Ketiga adalah soal alat musik. Dia mengatakan, sejumlah ulama klasik membolehkan beberapa jenis alat musik seperti seruling dan alat musik yang dipukul. Sedangkan, di zaman modern sekarang, alat-alat musik kian beragam.

Mengutip pendapat Syekh Yusuf al-Qaradawi, Nirwan menyampaikan, keberadaan alat musik modern sekarang ini mutlak dibolehkan berdasarkan kaidah fiqih 'al-Ashlu fil asy-Yaa'i al-Ibaahah' (dasar segala sesuatu itu boleh). "Tidak ada dalil yang jelas mengharamkan alat-alat musik tertentu," ucapnya.

Sebelum al-Qaradawi, Ulama Mesir lainnya, Muhammad al-Ghazali, pun membolehkan alat musik. Al-Ghazali juga mempersoalkan pendapat yang mengharamkan alat musik berdasarkan riwayat hadits yang di dalamnya Nabi SAW bersabda, "Akan ada dari umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar dan alat musik."

Berdasarkan pendapat al-Ghazali, Nirwan menjelaskan, matan hadits tersebut bermasalah jika dijadikan dasar untuk mengharamkan alat musik. Sebab, kata ma'azif (alat musik yang ditabuh) dalam hadits itu sebelumnya disertai beberapa perbuatan lain. Artinya, keberadaan alat musik di dalam hadits tersebut tidak berdiri sendiri.

"Dengan demikian, yang diharamkan itu adalah yang berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang jelas-jelas haram tadi. Jadi tidak mutlak berkenaan tentang alat musik. Karena dalam satu kalimat itu ada yang lain, ada zina dan khamr," jelasnya.

Al-Ghazali cenderung memilih bahwa alat musik seperti rebana, gendang, dan termasuk alat musik modern, itu boleh. Bila kemudian ada yang mengharamkan alat musik secara mutlak, mereka berpandangan bahwa musik membuat lalai dan tidak bermanfaat. Sebab, seorang Muslim harus menghindari hal yang tidak bermanfaat dan menyebabkan lalai. "Ini dalil mereka yang mengharamkan terkait alat musik," papar Nirwan.



Sumber
Republika




Untuk saran dan pemberitaan informasi silakan kontak HP: 0812-76-47104, email: redaksi_riautrust@yahoo.com
free html hit counter

Copyright © 2023 riautrust.com - All Rights Reserved
Scroll to top